Alamsjah Ratoe Perwiranegara (lahir di Kotabumi, Lampung Utara, Lampung, 25 Desember 1925 – meninggal di Jakarta, 8 Januari 1998 pada umur 72 tahun) adalah tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri dan Duta Besar Indonesia.
Pendidikan dan masa sekolah
Alamsjah pertama kali mengenyam pendidikan dasar di Tanjung Karang kemudian melanjutkan di Lampung Gakuin (setingkat SLTP) dan akhirnya menyelesaikan tingkat sekolah di LPPU (setingkat SMA). Pada masa penjajahan Jepang (1942-1945) sempat mengikuti pendidikan militer Gyu Gun. Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, Alamsjah dikirim ke India untuk mengikuti pendidikan ilmu kemiliteran di Senior Officer Course di Mhow dan kemudian melanjutkan pendidikan di General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat.
Karier militer dan politik
Pangkat kemiliteran terakhir yang dicapainya sebelum masuk menjadi anggota kabinet sebagai Sekretaris Negara adalah letnan jenderal - Men/Pangad (perbendaharaan). Alamsjah juga sempat menjadi Duta Besar Ri untuk Belanda pada tahun 1972-1974. Karena kondisi kesehatannya menurun, Alamsjah digantikan oleh Letjen Sutopo Juwono. Ia kemudian diangkat menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Dalam Kabinet Pembangunan III (1978-1983) Alamsjah diangkat sebagai Menteri Agama dan dalam Kabinet Pembangunan IV (1983-1988) ia menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Kesejahteran Rakyat.
Alamsjah sempat vakum dari dunia politik pada tahun 1989-1991 karena menderita penyakit jantung koroner yang akhirnya dilakukan tindakan operasi by-pass di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.
Setelah diselenggarakannya KTT Non-Blok di Indonesia pada tahun 1992, Alamsjah diangkat menjadi Duta Besar Keliling Non-Blok untuk urusan Timur Tengah (1992-1995).
Masa pensiun dan akhir hayat
Dalam masa pensiun dari dunia politik Alamsjah memimpin perusahan yang bernama Perwira Penanggan Ratu dan menghabiskan waktunya di kediamannya di daerah Pejaten Jakarta Selatan.
Pada 18 November 1997 Alamsjah mendapat serangan asma berat dan sempat dirawat di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta sebelum akhirnya meninggal pada 8 Januari 1998. Alamsjah dimakamkan secara militer dengan upacara kemiliteran yang dipimpin oleh Jenderal Wiranto di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Keluarga
Ayahnya bernama Baharuddin Yoesoef (1885-1929) dan ibunya, Siti Mariam (1892-1935). Alamsjah adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara; nama-nama saudaranya adalah Achmad Bermawi, Siti Arbain, Siti Hafsyah, Siti Amenah, Mohammad Adenan, Siti Rohaya, Mohammad Sirod dan Marsiyem.
Pada 12 Januari 1952 Alamsjah menikah pada dengan Siti Maemunah Alamsjah, yang lahir di Palembang pada 15 April 1930. Pasangan ini dikaruniai lima orang anak yaitu Jusuf Haery Alamsjah, Muhammad Ali Muda Alamsjah, Muhammad Soleh Denny Alamsjah, Siti Mariam Merry Alamsjah, dan Siti Hafsah Atty Alamsjah. Dari anak-anaknya, Alamsjah dan istrinya memperoleh 12 orang cucu. Salah satunya adalah Abdul Sattar yang dilahirkan pada (30 September 1984) dari pasangan Siti Mariam Merry Alamsjah dan Dr Abadi Soetisna, MSI.
Beberapa cucu Alamsjah yang lain di antaranya adalah Achmad Syamsuri Muda, yang kemudian diberi nama kecil Amot (25 April 1987) yang lahir dari pasangan Atty Alamsjah dan Ir. Agus Bachtiar, dan Ahmad Syukri (3 November 1988) dari pasangan Muhammad Soleh Denny Alamsjah dan Ginna.
Adapun cucu dari pasangan putra tertuanya Jusuf Haery Utama Alamsjah, M.Arch dan Ir. Dewi Arimbi Soeharto yang merupakan putri dari dr. H.Soeharto & Sinta Tedjasukmana Soeharto, adalah Siti Maimunah Jibrilia, Abdullah M. Abi Alamsjah, Siti Khadijah Tikha, Abdurahman M. Dumas,dan Abdurahim M. Khairy Alamsjah Muda. Putra tertua Alamsjah juga mengikuti jejak sang ayah dalam pengabdian kepada negara sebagai wakil rakyat di DPR/MPR RI sejak tahun 1992 dan sempat bertugas di DPP GOLKAR serta ICMI Pusat.
( wikipedia )